Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronis

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi PGK pada awalnya tergatung dari penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama, secara kronis progresif yang dalam jangka panjang akan menyebabkan penurunan massa ginjal
. Sejalan dengan menurunnya massa ginjal, sebagai mekanisme kompensasi maka nefron yang masih baik akan mengalami hiperfiltrasi oleh karena peningkatan tekanan dan aliran kapiler glomerulus, dan selanjutnya terjadi hipertrofi. Hipertrofi struktural dan fungsional dari sisa nefron yang masih baik tersebut terjadi akibat pengaruh molekul-molekul vasoaktif, sitokin serta Growth Factor, hingga pada akhirnya akan terjadi proses sklerosis.Aktivitas aksi Renin-Angiostensin intravenal juga ikut berperan dalam terjadinya hiperfilltrasi-hipertrofi dan sklerosis. 


Algoritma patofisiologi penyakit ginjal kronis.

Patofisiologi yang terjadi meliputi :
a. Toksik Azotemia (metabolit toksik)
Bila terdapat penurunan LFG baru terjadi retensi dari beberapa toksin azotemia (Ureum, Metilguanidin, GSA). Misalnya GSA (guanidinosuccinic acid), zat ini menghambat ADP (adenosine difosfat) yang digunakan untuk melepaskan trombosit factor 3, sehingga akan menyebabkan gangguan koagulasi.
Meskipun urea serum dan konsentrasi kreatinin digunakan untuk mengukur kapasitas ekskretoris pada ginjal, akumulasi dari kedua molekul itu sendiri tidak menjelaskan banyak gejala dan tanda-tanda yang menjadi ciri sindrom uremik pada gagal ginjal canggih. Ratusan racun yang terakumulasi pada gagal ginjal telah terlibat dalam sindrom uremik. Ini termasuk yang larut dalam air, hidrofobik, protein terikat, diisi, dan senyawa bermuatan. Kategori tambahan produk ekskretoris nitrogen meliputi senyawa guanido, urat dan hippurates, produk dari metabolisme asam nukleat, poliamina, myoinositol, fenol, benzoat, dan indoles. Senyawa dengan massa molekul antara 500 dan 1500 Da, yang disebut molekul menengah, juga ditahan dan berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas. Dengan demikian jelas bahwa konsentrasi plasma urea dan kreatinin harus dilihat sebagai mudah diukur, tetapi tidak lengkap, tanda pengganti senyawa ini, dan pemantauan tingkat urea dan kreatinin pada pasien dengan fungsi ginjal terganggu merupakan penyederhanaan yang luas dari uremik negara. 
Sindrom uremik dan keadaan penyakit yang berhubungan dengan gangguan ginjal canggih melibatkan lebih dari gagal ginjal ekskretoris. Sejumlah fungsi metabolisme dan endokrin biasanya dilakukan oleh ginjal juga terganggu, dan hasil ini pada anemia, kekurangan gizi, dan metabolisme abnormal karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, kadar plasma hormon, termasuk PTH, insulin, glukagon, hormon seks, dan prolaktin, perubahan dengan gagal ginjal sebagai akibat dari retensi urin, penurunan degradasi, atau peraturan yang abnormal. Akhirnya, gangguan ginjal progresif dikaitkan dengan memburuknya inflamasi sistemik. Peningkatan kadar C-reaktif protein terdeteksi bersama dengan reaktan fase akut, sementara tingkat yang disebut negatif reaktan fase akut, seperti albumin dan fetuin, penurunan dengan kerusakan ginjal progresif. Jadi, gangguan ginjal adalah penting dalam sindrom malnutrition-inflammation-atherosclerosis/calcification, yang memberikan kontribusi pada gilirannya untuk percepatan penyakit pembuluh darah dan komorbiditas yang terkait dengan penyakit ginjal lanjut. 
Singkatnya, patofisiologi sindrom uremik dapat dibagi menjadi manifestasi dalam tiga bidang disfungsi: (1) konsekuen untuk akumulasi racun biasanya mengalami ekskresi ginjal, termasuk produk dari metabolisme protein mereka, (2) konsekuen untuk hilangnya orang-orang lainnya ginjal fungsi, seperti homeostasis cairan dan elektrolit dan regulasi hormon, dan (3) inflamasi sistemik progresif dan konsekuensinya pembuluh darah dan nutrisi.

b. Trade off hypothesis (Intak nephron hyphothesis)
Menurut konsep ini, faal seluruh ginjal akan diambil oleh nefron-nefron yang masih utuh (intac). Dalam nefron-nefron tersebut terdapat kenaikan konsentrasi dari zat-zat terlarut misal urea, sehingga terjadi diuresis osmotik untuk mengeluarkan urea per menit yang mengakibatkan volume urin meningkat. Mekanisme kompensasi ini bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh (homeostasis) .

c. Kelainan Metabolisme
1) Metabolisme hidrat arang
Mekanisme intoleransi glukosa ini tidak diketahui, diduga mempunyai hubungan dengan toksin azotemia. Hipotesis ini berdasarkan kenyataan klinik bahwa intoleransi glukosa ini dapat dikoreksi dengan hemodialisis intermiten. 
2) Metabolisme lemak
Hipertrigliseridemia terjadi pada pasien-pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa intermiten. Mekanismenya tidak diketahui, diduga akibat dari kenaikan sintesis triglyceride-rich lipoprotein dalam hepar .
3) Metabolisme protein
Pada orang normal pembatasan jumlah protein dalam waktu lama dapat menyebabkan keseimbangan negatif dari nitrogen. Sebaliknya pada pasien PGK pembatasan jumlah protein dalam menu tidak akan menyebabkan keseimbangan negatif dari nitrogen .
4) Metabolisme asam urat
Hiperurikemia sering dijumpai pada PGK, walaupun kenaikan asam urat serum ini tidak mempunyai hubungan dengan derajat penurunan faal ginjal. Untuk prosesnya masih belum diketahui dengan jelas .
5) Metabolisme Elektrolit
a) Metabolisme Na
Diduga adanya hormon atau natriuretic factors yang menghambat reabsorbsi ion natrium pada tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan ekskresi natrium. Bila faal ginjal terus memburuk disertai penurunan jumlah nefron-nefron yang masih utuh, natriuresis makin meningkat .
b) Metabolisme Air
Pada beberapa pasien PGK dengan jumlah nefron makin berkurang, fleksibilitas untuk ekskresi air juga akan berkurang sehingga dengan mudah terjadi keracunan air (water overload) baik renal maupun ekstra renal yang menyebabkan hiponatremia . 
c) Metabolisme kalium
Hipokalemia dapat dijumpai pada pasien PGK disebabkan oleh karena diet miskin kalium, diuretik kuat yang tidak terkontrol, hiperaldosteronisme sekunder dari deplesi volume dan penyakit tubulus seperti pada sindrom fanconi, dan karena nefritis interstisial .
d) Keseimbangan asam-basa
Patogenesis asidosis metabolik pada PGK yaitu :
(1) Penurunan ekskresi ammonia karena kehilangan sejumlah nefron.
(2) Penurunan ekskresi titrable acid terutama fosfat, karena asupan dan absorbsi melalui usus berkurang.
(3) Kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urine (bicarbonate wasting) .
e) Metabolisme Kalsium
Pada pasien PGK sering ditemukan hipokalsemia, disebabkan penurunan absorbsi Ca melalui usus dan gangguan mobilisasi Ca serta hiperfosfatemia .
f) Fosfor
Hiperfosfatemia yang terjadi pada PGK memegang peranan penting untuk timbul hipokalsemia dan hiperparatiroidisme, dan akhirnya dapat menyebabkan penyebaran kalsifikasi pada organ-organ lain (metastatic calcification) .
g) Magnesium
Kenaikan serum Magnesium sangat jarang menimbulkan keluhan atau gejala, kecuali magnesium yang mengandung laksantif dan antasida akan menekan SSP .

No comments:

Post a Comment